
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan dampak signifikan terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan industri dalam negeri, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang alas kaki dan tekstil.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nasional, David Chalik, dalam acara sosialisasi yang diselenggarakan Kementerian Perekonomian RI di Jakarta pada Senin, 7 April 2025, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif tersebut dapat menyebabkan masuknya produk-produk dari China dan Vietnam ke pasar Indonesia yang sebelumnya ditujukan untuk Amerika Serikat. Hal ini berpotensi membahayakan industri dalam negeri, terutama UMKM di sektor alas kaki dan tekstil.
Potensi Deindustrialisasi dan Langkah Antisipasi
David Chalik menekankan bahwa jika pemerintah tidak mengambil kebijakan yang tepat, percepatan deindustrialisasi di sektor tekstil dan alas kaki dapat terjadi. Beliau menyarankan agar Indonesia membuat kesepakatan dengan Amerika Serikat, China, dan Vietnam untuk membatasi impor barang jadi melalui kuota tertentu, khususnya untuk produk alas kaki dan tekstil.
Usulan Kebijakan untuk Melindungi Industri Dalam Negeri
Untuk mendukung produsen alas kaki dalam negeri dan memperkuat pasar domestik, beberapa usulan disampaikan:
-
Mempermudah Importasi Komponen Produksi: Mempercepat proses impor komponen pendukung produksi yang tidak tersedia di Indonesia.
-
Revisi Kode HS untuk Barang Pendukung Produksi: Melakukan revisi terhadap Harmonized System (HS) code untuk impor barang pendukung produksi guna memudahkan proses produksi dalam negeri.
-
Penerapan Trade Barrier untuk Barang Impor: Menerapkan hambatan perdagangan bagi barang impor, khususnya produk jadi, untuk melindungi industri lokal.
-
Pembatasan Kuota Impor Barang Jadi: Menetapkan kuota impor untuk barang jadi seperti sepatu dan tekstil yang sudah diproduksi dalam negeri.
-
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan: Mencabut Permendag No.8 Tahun 2024 dan menggantinya dengan peraturan yang lebih mendukung pembatasan impor barang jadi, atau kembali ke Permendag No.36 Tahun 2023.
-
Pengurangan Biaya Regulasi Produksi: Mengurangi biaya regulasi yang membebani struktur biaya produksi dalam negeri, seperti biaya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Standar Nasional Indonesia (SNI), dan perizinan lainnya.
-
Pengawasan Ketat Jalur Impor: Memperketat pengawasan terhadap jalur impor, termasuk barang yang dijual melalui e-commerce, terutama produk jadi yang dijual dengan harga di bawah biaya produksi dan berpotensi merusak pasar domestik.
-
Pembentukan Koperasi atau Holding UMKM: Membentuk koperasi atau holding yang menampung pelaku usaha IKM dan UMKM untuk memperkuat daya saing mereka.
-
Pengetatan Impor Ilegal dan Pemberian Sanksi: Memperketat jalur masuk impor ilegal dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku, baik swasta maupun oknum instansi terkait.
Perubahan Regulasi Impor dan Dampaknya
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag No.36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Penerbitan Permendag 8/2024 bertujuan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemberlakuan Permendag sebelumnya yang melakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa peraturan teknis (pertek).
Namun, beberapa asosiasi industri, seperti Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menilai bahwa pelonggaran aturan impor dalam Permendag 8/2024 dapat menghantam industri tekstil dalam negeri yang baru saja bangkit. Mereka meminta pemerintah untuk kembali memperketat aturan impor guna melindungi industri lokal.
Kesimpulan
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat menuntut respons strategis dari pemerintah Indonesia untuk melindungi industri dalam negeri, khususnya sektor alas kaki dan tekstil. Langkah-langkah seperti pembatasan impor, revisi regulasi, dan pemberian dukungan kepada UMKM menjadi krusial dalam menghadapi tantangan ini.