
Mudik bagi pasien dialisis atau penderita gagal ginjal bisa saja dilakukan, namun tetap perlu perencanaan yang matang agar perjalanan tetap aman dan nyaman.
Seperti diketahui, pasien dialisis adalah individu yang menjalani terapi cuci darah (dialisis) karena ginjal mereka tidak lagi berfungsi dengan baik dalam menyaring limbah dan kelebihan cairan dari tubuh. Dialisis biasanya diperlukan bagi penderita gagal ginjal kronis stadium akhir (stadium 5) atau kondisi gagal ginjal akut tertentu yang menghambat fungsi ginjal secara mendadak.
Persiapan Mudik bagi Pasien Dialisis
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Donnie Lumban Gaol, menyatakan bahwa mudik bagi pasien dialisis memerlukan persiapan khusus agar perjalanan tetap aman dan nyaman.
“Intinya harus bijaksana dalam mengendalikan asupan cairan dan asupan karbohidrat ataupun protein tinggi,” ujar dr. Donnie saat diwawancara di Mayapada Hospital, Jakarta Selatan.
Ia menambahkan bahwa pasien dialisis harus menghindari konsumsi cairan yang berlebihan dan asupan garam yang tinggi, karena dapat memicu rasa haus berlebihan dan menimbulkan komplikasi kesehatan selama perjalanan.
Selain itu, pasien dialisis harus memastikan kondisi kesehatan mereka stabil sebelum bepergian. Jika menjalani hemodialisis, mereka perlu mencari rumah sakit atau klinik dialisis di tempat tujuan dan membuat janji lebih awal.
“Pasien harus mengetahui lokasi fasilitas cuci darah terdekat di tempat tujuan untuk keadaan darurat. Jika pasien belum menjalani dialisis atau mendekati tahap dialisis, mereka harus tetap mengontrol gula darah serta rutin memeriksa tekanan darah di rumah atau lokasi tujuan,” tambahnya.
Bagi pasien yang sudah memiliki jadwal hemodialisis, sangat penting untuk tetap menjalani prosedur sesuai jadwal. Jika perlu melakukan dialisis di lokasi berbeda, pasien harus mendapatkan izin dari dokter dan membawa surat keterangan medis untuk memastikan perawatan tetap berlanjut tanpa risiko kesehatan yang lebih besar.
Kasus Penyakit Ginjal Kronis Meningkat di Indonesia
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi PGK mencapai 0,38 persen dari total populasi, setara dengan sekitar 713.783 orang.
Kementerian Kesehatan juga mengungkapkan bahwa 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami penyakit ginjal, termasuk usia muda. Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) menunjukkan peningkatan jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisis, dari 21.759 pada tahun 2013 menjadi 52.835 pada tahun 2016.
Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2025
Baru-baru ini, dunia memperingati Hari Ginjal Sedunia atau World Kidney Day (WKD) 2025. Di Indonesia, PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui anak usahanya, PT Finusolprima Farma Internasional, mengadakan berbagai acara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal.
Salah satu kegiatan utama adalah deteksi dini penyakit ginjal serta edukasi kesehatan mengenai pengobatan dan pencegahan penyakit ginjal.
“Kegiatan WKD tahun ini merupakan inisiatif dari PT Finusolprima Farma Internasional melalui Tim Medikal Nutrience untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini penyakit ginjal,” ujar Group Marketing Head PT Finusolprima Farma Internasional, dr. Siswandi.
Kegiatan ini juga sejalan dengan inisiatif keberlanjutan Kalbe, “Bersama Sehatkan Bangsa”. Tema WKD 2025, “Are Your Kidneys OK? Detect Early, Protect Kidney Health”, menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah Penyakit Ginjal Kronik (PGK).
Kalbe juga mengadakan edukasi office-to-office berupa skrining pemeriksaan ureum dan kreatinin bagi karyawan. Inovasi ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan pasien ginjal di tengah tingginya angka kematian akibat gagal ginjal kronis.
Menurut data World Health Organization (WHO), pada tahun 2020 terdapat 254.028 kasus kematian akibat gagal ginjal kronis. Pada tahun 2021, jumlah kasus meningkat menjadi lebih dari 843,6 juta, dan diperkirakan angka kematian akibat gagal ginjal kronis akan naik sebesar 41,5 persen pada tahun 2040.
Secara global, prevalensi pasien ginjal kronis diperkirakan mencapai lebih dari 10 persen dari populasi dunia, dengan jumlah penderita sekitar 843,6 juta jiwa. Oleh karena itu, pencegahan dini dan pengelolaan penyakit ginjal menjadi langkah penting dalam mengurangi angka kematian akibat penyakit ini.